- Back to Home »
- Artikel Inspirasi »
- Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Brand Image (Digital Lifestye)
Posted by : bluefatamorgana.blogspot.com
Kamis, 22 Januari 2015
A. Pengertian Pemasaran
Dalam kegiatan perusahaan, pemasaran merupakan suatu ujung tombak dari perusahaan itu sendiri untuk mengantarkan perusahaan kepada kesuksesan sehingga perusahaan survive, dapat bersaing dengan para kompetitornya serta dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan para konsumennya.
American Marketing Association (AMA) mendefinisikan bahwa pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya.
Definisi sosial yang menunjukkan peran pemasaran di dalam masyarakat menurut Kotler dan Keller (2009), pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu atau kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain.
B. Pengertian Jasa
Pengertian jasa menurut Kotler yang dikutip oleh Lupiyoadi dan Hamdani (2006) adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya.
Menurut Adisaputro (2010) jasa adalah setiap perbuatan ataupun kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat tidak nampak (intangible) dan tidak mengakibatkan adanya perpindahan kepemilikan atasa sesuatu. Proses produksinya bisa terikat atau tidak terikat pada sesuatu produk fisik.
C. Bauran Pemasaran Jasa (Marketing Mix)
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), bauran pemasaran atau marketing mix merupakan kombinasi dari empat variabel yang merupakan inti dari semua sistem pemasaran. Marketing mix dalam jasa meliputi: produk, harga, tempat, promosi, orang, proses dan layanan konsumen, dimana variabel - variabel tersebut saling berhubungan dan saling terkait.
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), menyebutkan tentang marketing mix untuk jasa, sebagai berikut:
1. Produk
Produk merupakan keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen. Yang perlu diperhatikan adalah konsumen tidak hanya membeli produk fisik dari produk itu saja, tetapi memberi manfaat dan nilai dari produk tersebut yang di sebut “the offer”.
Tiga unsur yang merupakan unsur yang potensial untuk dijadikan nilai tambah bagi konsumen sehingga produk tersebut berbeda dengan produk lain, maka pemasar harus mengembangkan nilai tambah supaya memiliki citra tersendiri, unsur tersebut antara lain (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006):
a. Merek dan Diferensiasi
Berhubungan dengan merek (brand) maka persoalan yang sekarang ini muncul adalah kecenderungan konsumen untuk melihat merek terkenal dibanding fungsi utama dari produk tersebut. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa merek yang terkenal pasti mutunya terjamin. Melihat situasi tersebut, maka pemasar harus mampu mempopulerkan merek mereka supaya dapat bersaing di pasar.
b. Bukti Fisik
Bukti fisik (physical evidence) merupakan lingkungan fisik tempat jasa diciptakan dan langsung berinteraksi dengan konsumen.
2. Harga
Strategi penentuan harga (pricing) sangat signifikan dalam pemberian nilai kepada konsumen dan citra produk, serta keputusan konsumen untuk membeli. Penentuan harga juga berhubungan dengan pendapatan dan turut mempengaruhi penawaran atau saluran pemasaran. Akan tetapi hal terpenting adalah keputusan dalam penentuan harga harus konsisten dengan strategi pemasaran secara keseluruhan.
3. Tempat
Tempat dalam jasa merupakan gabungan antara lokasi dan keputusan atas saluran distribusi, dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana cara penyampaian jasa kepada konsumen dan dimana lokasi yang strategis.
4. Promosi
Promosi merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan dalam memperkenalkan produknya kepada masyarakat. Hal yang perlu diperhatikan dalam promosi adalah pemilihan bauran promosi (promotion mix). Bauran promosi terdiri atas : iklan (advertising), penjualan perorangan (personal selling), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relations), informasi dari mulut ke mulut (word of mouth) dan surat pemberitahuan langsung (direct mail).
5. Orang
Dalam hubungannya dengan pemasaran jasa, maka orang yang berfungsi sebagai penyedia jasa sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam orang ini berarti berhubungan dengan seleksi, pelatihan, motivasi dan manajemen sumber daya manusia.
Pentingnya orang dalam pemasaran jasa berkaitan erat dengan pemasaran internal. Pemasaran internal adalah interaksi atau hubungan antara setiap karyawan dan departemen dalam suatu perusahaan yang dalam hal ini diposisikan sebagai konsumen internal dan pemasok internal. Tujuan dari adanya hubungan tersebut adalah untuk mendorong orang dalam kinerja memberikan kepuasan kepada konsumen.
6. Proses
Proses merupakan gabungan semua aktivitas, umumnya terdiri atas prosedur, jadwal pekerjaan, mekanisme, aktivitas dan hal-hal rutin, dimana jasa dihasilkan dan disampaikan kepada konsumen.
7. Layanan Konsumen
Layanan konsumen (customer service) pada pemasaran jasa lebih dilihat sebagai hasil dari kegiatan distribusi dan logistik, dimana pelayanan diberikan kepada konsumen untuk mencapai kepuasan. Layanan konsumen meliputi aktivitas untuk memberikan kegunaan waktu dan tempat termasuk pelayanan pra transaksi, saat transaksi dan pasca transaksi. Kegiatan pra transaksi akan turut mempengaruhi kegiatan transaksi dan setelah transaksi, karena itu kegiatan pendahulunya harus sebaik mungkin sehingga konsumen memberikan respons yang positif dan menunjukkan loyalitas yang tinggi.
D. Segmenting, Targeting, Positioning
Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2006), menyebutkan tentang segmenting, targeting, positioning sebagai berikut:
1. Segmenting
Segmentasi pasar adalah membagi pasar menjadi kelompok pembeli yang dibedakan menurut kebutuhan, karakteristik atau tingkah laku yang mungkin membutuhkan produk yang berbeda. Karakteristik konsumen untuk melakukan segmentasi, diantaranya faktor geografis, demografis, psikologis, karaktertistik psikografis (gaya hidup), karakteristik yang berkaitan dengan pemakaian, dan segmentasi manfaat.
2. Targeting
Targeting adalah tindakan mengevaluasi dan menyeleksi satu atau lebih dari segmen pasar yang akan dimasuki atau memilih satu atau beberapa segmen yang sudah dikelompokkan tersebut untuk dijadikan pasar sasaran.
3. Positioning
Positioning merupakan perancangan dan penawaran citra perusahaan agar target pasar mengetahui dan menganggap penting posisi perusahaan di mata pesaing. Selain itu, positioning merupakan konsep psikologis yang terkait dengan bagaimana konsumen yang ada ataupun calon konsumen dapat menerima perusahaan tersebut dan menerima produknya dibandingkan dengan perusahaan lain. Latar belakang pemikiran positioning adalah untuk menciptakan citra (image) yang diharapkan, maksudnya adalah langsung terkait dengan bagaimana konsumen yang berada di segmen pasar tertentu atau spesifik itu mempersepsikan jasa perusahaan.
E. Komunikasi Pemasaran
Komunikasi pemasaran (Kotler dan Keller, 2012) adalah sarana bagi perusahaan untuk berusaha menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan konsumen secara langsung maupun tidak langsung tentang produk dan merek yang dijual.
Hal ini berarti, komunikasi pemasaran merupakan wakil perusahaan dan merek tersebut, mereka adalah sarana bagi perusahaan untuk dapat membangun komunikasi dan hubungan kepada pelanggan.
Komunikasi pemasaran (Kotler dan Keller, 2012) juga berdampak untuk konsumen ketika mereka menunjukkan bagaimana dan mengapa suatu produk digunakan, oleh siapa produk digunakan, dimana dan kapan produk digunakan. Konsumen dapat mengetahui mengapa suatu produk tersebut dibuat oleh perusahaan, dan mereka bisa mendapatkan dan melakukan percobaan serta manfaat pada produk tersebut.
Komunikasi pemasaran (Kotler dan Keller, 2012) memungkinkan perusahaan untuk menghubungkan merek mereka kepada orang lain, tempat, acara, merek, pengalaman, perasaan, dan lain-lain. Mereka dapat memberikan kontribusi dengan membangun merek dalam memori dan menciptakan citra merek serta penjualan bahkan mempengaruhi nilai pemegang saham.
F. Netizen Sebagai Connect, Ready Customer
Menurut Hasanuddin dkk yang dikutip dalam buku Marketing 3.O (2010) Netizen sebagai connect, ready customer dikarenakan pada tahun 2010, Indonesia menjadi pengguna media sosial keempat terbanyak di dunia. Pengguna media sosial adalah rata-rata dari kaum anak muda, perempuan dan mereka disebut sebagai netizen. Dalam dimensi kultural Geert-Hofstede, ada satu dimensi yang sangat menarik tentang Indonesia. Individualisme orang Indonesia adalah yang terendah di dunia dengan nilai 14 dimana rata-rata negara ASEAN adalah 23 dan Amerika sebagai negara dengan individualisme tertinggi dengan nilai 91.
Hofstede menyebutkan bahwa nilai individualisme yang rendah akan tercipta sebuah masyarakat kolektif. Masyarakat kolektif yaitu masyarakat yang menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan kekeluargaan dalam sebuah keluarga. Keluarga dalam arti sebenarnya adalah sebuah komunitas.
Terkait dengan fenomena ini, tidak mengherankan mengapa banyak brand-brand di Indonesia mencoba masuk ke lingkungan pertemanan netizen. Salah satunya mereka mencoba masuk ke media sosial atau website dan membuka halaman brand profil mereka. Dengan platform ini, mereka dapat berinteraksi dengan pelanggan mereka, yang suka dengan produk dan mereka akan dengan sukarela memberikan izin untuk menyampaikan sesuatu yang relavan. Apabila interaksi yang diberikan oleh brand-brand tersebut cukup menarik, maka netizen yang suka akan mengundang teman-temannya untuk menyukai brand tersebut. Pada akhirnya brand mampu menggunakan media sosial, website dan komunitas untuk kepentingan pemasaran yang nantinya akan mendapatkan high impact dengan low budget.
Netizen pada dasarnya mempunyai rasa dan semangat komunal yang tinggi, semangat untuk berkolaborasi, semangat untuk saling connect dan juga ter-connect. Oleh sebab itu, menjadi hal wajar kalau mereka adalah New-Wave-Ready Consumers.
G. Masa Partisipasi Dan Collaborative Marketing
Masa Partisipasi dan Collaborative Marketing (Kotler dkk, 2010), kemajuan teknologi membawa perubahan besar pada konsumen, pasar dan marketing selama abad terakhir ini. Saat ini, new wave technology menjadi pemicu utama kelahiran marketing 3.0. Sejak awal tahun 2000, teknologi informasi telah memasuki pasar utama dan dikembangkan lebih jauh menjadi apa yang disebut sebagai new wave technology. New wave technologi adalah teknologi yang memungkinkan konektivitas dan interaktivitas antar individu dan kelompok. Teknologi memungkinkan seseorang untuk mengekspresikan dirinya dan berkolaborasi dengan orang lain.
Salah satu yang memungkinkan terjadinya new wave technology adalah munculnya media sosial, antara lain : blog, twitter, facebook, youtube dan situs-situs lainnya. Media sosial sangat murah dan bebas bias, sarana tersebut akan menjadi masa depan komunikasi marketing.
Saat ini tren kolaborasi konsumen telah mempengaruhi bisnis, pemasar tidak lagi memegang seluruh kendala terhadap merek, karena mereka berkompetisi dengan kekuatan kolektif konsumen. Sekarang perusahaan harus berkolaborasi dengan konsumennya. Kolaborasi dimulai ketika pihak manajemen perusahaan mendengar suara konsumen untuk memahami pikiran mereka dan memiliki wawasan tentang pasar. Kolaborasi yang lebih dalam terjadi ketika konsumen itu sendiri yang berperan dalam menciptakan nilai-nilai melalui co-creation produk dan jasa.
Agar perusahaan berhasil dalam meraih pasar, perusahaan harus memahami bahwa konsumen semakin menghargai co-creation, communitization dan characters. Tiga hal tersebut merupakan landasan utama dalam praktik marketing masa depan, yaitu:
Tabel II.1
Marketing Masa Depan
Sumber: Kotler Philip, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan (2010).
1. Co-creation
Co-creation adalah istilah yang diajukan oleh C.K. Prahalad untuk menjelaskan pendekatan baru dalam inovasi. Prahalad dan Krishnan dalam bukunya, The New Age of Innovation mengamati cara baru dalam menciptakan produk dan pengalaman melalui kolaborasi perusahaan, konsumen, pemasok dan mitra distribusi yang saling terhubung dalam jaringan inovasi. Sebuah product experience tidak pernah terjadi dengan sendirinya. Product experience itu adalah akumulasi dari pengalaman individual konsumen yang menciptakan nilai utama produk itu. Ketika konsumen individual mendapatkan pengalaman dengan suatu produk, konsumen akan menyesuaikan pengalamannya sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka masing-masing.
2. Communitization
Konsep Communitization terkait erat dengan konsep tribalisme dalam marketing. Dalam Tribesm, Seth Godin berpendapat bahwa konsumen ingin terhubung dengan konsumen lain, bukan dengan perusahaan. Perusahaan yang ingin menerapkan tren baru ini harus mengakomodasi kebutuhan ini dan membantu konsumen saling terkoneksi di dalam komunitasnya. Godin berpendapat bahwa bisnis yang berhasil membutuhkan dukungan dari komunitas.
Godin, Fournier dan Lee sepakat bahwa komunitas muncul bukan untuk melayani bisnis, tetapi untuk melayani anggota-anggotanya. Perusahaan harus mencermati hal ini dan berpartisipasi dalam melayani anggota komunitas tersebut.
3. Character Buliding
Agar merek dapat terkoneksi dengan manusia, merek perlu mengembangkan sebuah DNA otentik yang menjadi inti dari diferensiasi mereka. DNA ini mencerminkan identitas merek dalam jaringan sosial konsumen. Merek dengan DNA yang unik akan terus membangun karakternya.
Di 3.0 marketing didefinisikan segitiga dari merk, positioning dan diferensiasi. Melengkapi segitiga tersebut, diperkenalkan 3i yaitu : brand identity, brand integrity dan brand image. Di era dunia konsumen horizontal, merk tidak berarti apa-apa jika hanya mengartikulasikan positioning -nya. Merk mungkin memiliki identitas yang jelas dalam benak konsumen, namun tidak selalu identitas yang baik. Positioning adalah pernyataan yang tegas dan yang menyadarkan konsumen agar berhati-hati terhadap merk yang tidak otentik. Diferensiasi merupakan DNA merk yang mencerminkan integritas merk sebenarnya. Diferensiasi adalah bukti kuat bahwa merk menjanjikan apa yang dijanjikan. Diferensiasi yang bersinergi dengan positioning secara otomatis akan menciptakan brand image yang baik.
Identitas merk berkisar mengenai positioning merk di dalam benak konsumen. Positioning haruslah unik, sehingga merk didengar dan diperhatikan oleh pasar. Positioning juga harus relavan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Selain itu, integritas merk berkisar mengenai menepati apa yang dinyatakan melalui positioning dan diferensiasi merk. Hal tersebut adalah tentang bagaimana menjadi kredibel, menepati janji dan menciptakan kepercayaan konsumen terhadap merk. Target dari brand integrity adalah spirit konsumen, selain itu brand image adalah tentang mendapat bagian yang kuat dari emosi konsumen. Kemudian brand value harus menarik bagi kebutuhan dan keinginan emosional, melebihi fungsi dan fitur produk itu sendiri. Pada segitiga 3i ditunjukkan mengenai relevannya manusia dengan suatu brand dalam pikiran, hati dan spirit.
Model Segitiga 3i
Sumber: Kotler Philip, Hermawan Kartajaya dan Iwan Setiawan (2010).
Dalam model segitiga 3i juga sangat relavan bagi marketing dalam konteks media sosial. Di era pemberdayaan konsumen yang ditandai dengan informasi berlebih dan jaringan komunitas, sebuah brand-positioning-differentiation yang jelas adalah hal yang perusahaan butuhkan. Merk yang tidak otentik tidak akan mungkin bertahan ketika word of mouth menjadi media iklan.
Dalam media sosial sebuah merk seperti layaknya anggota. Identitas merk dinilai oleh akumulasi pengalaman didalam komunitas. Satu pengalaman yang jelek akan merusak brand intergrity dan merusak brand image. Semua pengguna media sosial mengetahui hal tersebut, oleh karena itu pemasar harus waspada dan merangkul tren ini.
H. Relationship Marketing
Relationship Marketing (Widjaja, 2004) adalah pertumbuhan, pengembangan dan pemeliharaan dalam jangka panjang yang menimbulkan hubungan biaya-biaya efektif dengan pelanggan, pemasok, karyawan dan partner-partner yang saling menguntungkan.
Relationship marketing berpengaruh pada beberapa dimensi (Widjaja, 2004), dimensi relationship marketing, antara lain:
1. Pertalian
Pertalian atau ketergantungan antara kedua belah pihak harus cukup kuat, sehingga hubungan antara keduanya dapat bertahan lama. Bila seorang pelanggan tidak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap penjual, maka kemungkinan pelanggan tersebut akan sering berganti pemasok. Oleh karena itu, tugas seorang penjual adalah menciptakan pertalian yang kuat terhadap pelanggannya, misalnya mengenal secara pribadi pelanggannya, memperhatikan keluarga pelanggannya dan lain-lain.
2. Empati
Seorang penjual harus memperhatikan sudut pandang pelanggan dalam mengatasi suatu masalah. Sebagai penjual atau pemasar harus memahami karakteristik pelanggannya. Dengan adanya sikap kepedulian, rasa empati dan memahami, maka pelanggan merasa bahwa pemasar adalah sebuah partner.
3. Timbal Balik
Hubungan jangka panjang haruslah saling memberi dan menerima, artinya baik penjual maupun pelanggannya sama-sama mendapatkan keuntungan. Contoh, pelanggan yang menginginkan diskon besar, tentunya harus mengimbangi dengan pembayaran tunai.
4. Kepercayaan
Apabila masing-masing pihak memiliki komitmen yang kuat, maka akan menciptakan kepercayaan dan memperkuat hubungan.
Dimensi-Dimensi Relationship Marketing
Sumber: Widjaja (2010)
I. Brand Image
Merek (brand) merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan pemasaran, karena kegiatan memperkenalkan dan menawarkan produk barang dan atau jasa tidak terlepas dari merek yang dapat diandalkan. Merek juga merupakan pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan oleh konsumen sebelum mengambil keputusan untuk membeli. Merek merupakan strategi jangka panjang yang memiliki nilai ekonomis bagi konsumen maupun bagi si pemilik merek.
Citra merek (brand image) meliputi pengetahuan dan kepercayaan akan atribut merek, konsekuensi dari penggunaan merek tersebut, dan situasi penggunaan yang sesuai, begitu juga dengan evaluasi, perasaan dan emosi yang diasosiasikan dengan merek tersebut. Citra merek didefinisikan sebagai persepsi konsumen dan preferensi terhadap merek, sebagaimana yang direfleksikan oleh berbagai macam asosiasi merek yang ada dalam ingatan konsumen. Meskipun asosiasi merek dapat terjadi dalam berbagai macam bentuk tetapi dapat dibedakan menjadi asosiasi performansi dan asosiasi imajeri yang berhubungan dengan atribut dan kelebihan merek.
Berdasarkan uraian tersebut disimpulkan bahwa brand image merupakan serangkaian kepercayaan konsumen tentang merek tertentu sehingga merek tersebut melekat di benak konsumen.